Melihat Dunia dari Sudut Pandang yang Lebih Luas: Di Balik Norma, Aturan, dan Realitas
Ditulis oleh: Fatihatun Puti Sabrina
Dalam kehidupan sehari-hari, kita diatur dalam norma atau aturan (tertulis ataupun non tertulis) yang menjadi kesepakatan umum masyarakat luas. Perbedaan masing-masing individu dalam menginterpretasikan sesuatu dapat melahirkan perbedaan persepsi. Hal ini kerap membuat manusia menilai sesuatu menjadi: hitam-putih, benar-salah, tanpa mempertimbangkan konteks lain yang lebih luas.
Melihat suatu aturan atau norma dari permukaan tanpa diimbangi dengan pemikiran dalam yang reflektif, akan membuat kita mudah menghakimi satu sama lain. Hal ini bisa menyebabkan kita menghukum sesuatu yang seharusnya dapat dipahami dengan belas kasih, atau dengan mudahnya memberikan label 'dosa' satu sama lain tanpa menilai dengan kritis.
Untuk itu, berikut sudut pandang universal yang dapat digunakan dalam menimbang suatu permasalahan:
1. Kehendak Bebas Manusia (Free will)
Kehendak bebas adalah pilihan manusia yang dilakukan tanpa paksaan dan murni keputusan jiwa itu sendiri. Daniel Dannett dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kehendak bebas merupakan sesuatu yang nyata walau tidak bersifat mutlak, artinya kita memilih walau ada faktor yang mempengaruhi.
Adanya pertimbangan free will akan membuat kita kembali bertanya "Apakah seseorang benar-benar memilih dengan bebas, atau ada tekanan yang membatasi kehendaknya?
Sebagai contoh, dalam norma sosial dan agama kita dilarang melawan orang tua. Namun bagaimana bila orang tua memaksa anak untuk melakukan hal yang salah? Bukankah kehendak bebas sang anak di sini sudah terhimpit / tidak benar- benar bebas?
Dalam contoh lain, kecacatan pemahaman free will yang kerap saya temukan seperti: seseorang dipaksa untuk mengikuti tradisi tertentu padahal mereka memiliki keyakinan yang berbeda. Hal ini tentu menimbulkan polemik, khususnya pada negara yang memiliki keberagaman budaya dan agama seperti Indonesia. Bukankah kehendak bebas kita tidak seharusnya merusak kebebasan memilih dari orang lain?
2. Hukum situasi & keadaan
Selain kehendak bebas, terdapat faktor lain yang dapat digunakan sebagai penimbang salah satunya situasi dan keadaan. Pertimbangan untuk melihat dari situasi dan keadaan merupakan salah satu cara untuk menilai sesuatu dengan menyeimbangkan kasih dan keadilan. Bagi saya hukum ini seperti kompas moral, hukum ini menuntut kita menggunakan empati lebih dalam: apakah sesuatu dilakukan murni, atau karena terpaksa oleh keadaan?
Sebagai contoh, hukum melarang kita untuk membunuh satu sama lain.
Namun semisal, dalam suatu hari kita berhadapan dengan perampok, dan dalam kondisi terdesak kita membunuh perampok tersebut, Apakah kita salah? Melukai seseorang dalam konteks mempertahan diri bukan suatu kesalahan 'kan? Apakah aturan tersebut lebih tinggi urgensinya dari nyawa seseorang?
3. Hukum Ketidaktahuan
Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan dalam melihat suatu hal. Hukum ketidaktahuan saya maknai sebagai 'perbedaan perhitungan' atau salah satu bentuk kebijakan dari Tuhan untuk manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan.
Dalam agama Buddha, misalnya, hukum karma dilihat dari niat atau intensi seseorang, bukan sekadar dari tindakan yang dilakukan. Sedangkan dalam Islam, bukankah suatu perbuatan tidak dianggap dosa jika seseorang belum mengetahui adanya larangan tersebut?
Disini kita bisa melihat kasih Tuhan, mudah menghakimi orang lain hanya dengan melihat masalah dari kulit luarnya saja justru menunjukkan keterbatasan diri manusia itu sendiri.
4. Hukum Konsekuensi
Belajar Lebih Kritis, dan Melihat Sesuatu Dengan Perspektif Kemanusiaan Universal
Beberapa penimbang di atas dan contoh yang sama sampaikan tidak bermaksud untuk menghapus suatu nilai yang benar, atau memaklumkan hal yang salah. Namun untuk membuat manusia berpikir dengan kritis, logis, dan berempati dalam menilai suatu masalah. Kedangkalan pikiran hanya akan membawa kesengsaraan.
Bila kita tarik dari aspek spiritual dan ajaran Tuhan, sebenarnya banyak aturan yang memberikan perbedaan 'penilaian' antara benar dan salah yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, atau niat dari individu yang terlibat.
"Ajaran Tuhan luas dan penuh dengan kasih, tetapi ego dan keterbatasan manusia dalam memahami sesuatu kerap membuat kita menilai secara hitam dan putih, yang pada akhirnya mengakibatkan kita mudah menghakimi satu sama lain"
Kita dapat lebih kritis dan menimbang baik dari sisi kehendak bebas, situasi/keadaan, unsur ketidaktahuan dan yang terpenting dampaknya bagi kemanusiaan. Saya mengerti betul manusia memiliki kemampuan memahami yang berbeda-beda, dan hukum di atas memiliki keterbatasan bahkan sangat mungkin bertabrakan satu sama lain, akan tetapi semua manusia memiliki nurani bukan?
Maka dari itu, gunakan nurani sebagai kompas. Dalam hal apapun—terutama yang berhubungan dengan makhluk hidup lain—tanyakan pada diri Anda 'Apakah tindakan ini akan mendatangkan senyum Tuhan, atau justru menambah luka di dunia?'