Review Buku Les Miserable By Victor Hugo

Review Novel Les Miserable By Victor Hugo 

Ditulis oleh : Fatihatun Puti Sabrina





Selama masih ada pengutukan sosial, dengan alasan hukum dan adat, yang ketika berhadapan dengan peradaban secara artifisial menciptakan nereka di muka bumi dan merumitkan takdir ilahiah dengan ketidakabadian manusia; selama tiga masalah zaman kita tak terpecahkan--degradasi manusia karena kemiskinan, kehancuran perempuan karena kelaparan, dan pengerdilan masa kanak-kanak karena kegelapan fisik dan spiritual; selama ketercekikan sosial masih mungkin terjadi di daerah-daerah tertentu; dengan kata lain, selama ketidakpedulian dan penderitaan tetap bercokol di muka bumi, buku-buku semacam ini selalu ada gunanya. - Hauteville House 1862


Les Miserable, merupakan novel fiktif yang dirilis pada tahun 1862 oleh Victor Hugo--seorang penulis puisi, novelis, dan penulis naskah drama asal Prancis yang lahir pada tanggal 26 Februari 1802. Novel Les Miserable ditulis Hugo dalam waktu kurang lebih 16 tahun ketika Hugo mengalami pengasingan di pulau Guernsey pada tahun 1855.

Awalnya cerita Les Miserable pertama kali saya ketahui dari lagu musikal "I dreamed a dream", dan "On my own" yang cukup populer sebagai lagu yang kerap dibawakan dalam drama musikal dan film layar lebar. Saya sempat terpikir bahwa cerita ini berfokus pada kisah cinta dan jalan hidup Fantine--tokoh fiksi wanita dalam novel Les Miserable, namun diluar dugaan Les Miserable jauh dari sekedar novel romansa klasik, novel ini justru banyak 'menyentil' ketimpangan sosial yang banyak terjadi, cacatnya hukum dan politik, hingga peperangan batin manusia.

Pelajaran Hidup Dari Kisah Jean Valjean 

Jean Valjean--dalam cerita ini merupakan seorang lelaki yang lahir dari keluarga miskin di Prancis, tumbuh dengan kerasnya kehidupan jalanan tanpa pernah belajar menulis dan membaca, Jean Valjean hidup berdampingan dengan kemiskinan. Jean Valjean dihukum selama 19 Tahun dan bekerja paksa di sebuah kapal karena tertangkap basah mencuri sebuah roti untuk memberi makan saudara kecilnya yang kelaparan. 

19 Tahun lamanya ia harus menderita di kapal kerja paksa karena mencuri sepotong roti akibat kelaparan. Kerasnya hidup ternyata turut mengeraskan hatinya, rasa bencinya terhadap kehidupan semakin bertambah setelah ia mendapat pengasingan dan dikucilkan masyarakat saat ia bebas. 

Antara Kemiskinan, Kejahatan, dan Kebutuhan Dasar Manusia

Dari kisah hidup Valjean, Victor Hugo memberikan banyak pelajaran sekaligus sentilan terhadap norma sosial dan realita yang terjadi bahkan sampai saat ini. Korelasi antara kemiskinan yang berakhir pada 'perilaku kriminal' dengan desakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup, berhasil membuat pembaca bertanya-tanya, apakah dalam keadaan seperti ini hukuman pantas diterapkan? Atau, adakah pihak lain yang seharusnya turut bertanggung jawab dalam kondisi ini? apakah setelah penerapan hukuman ini keadaan jauh menjadi lebih baik? 

Rasa marah dan jengkel akibat ketidakberdayaan--yang sialnya kita sadari sering terjadi di sekitar kita--berhasil memainkan emosi pembaca. 

Kerasnya Hidup, Turut Mengeraskan Hati Manusia

Karakter Jean Valjean yang sebelumnya baik dan berubah menjadi penuh dendam dan kebencian setelah keluar dari kapal kerja paksa cukup menggambarkan bagaimana kemiskinan dan kerasnya kehidupan turut mengeraskan hati manusia. Penderitaan tak henti menutup nurani menjadi rasa benci. Membenarkan banyak perkataan orang bahwa "Ketika anda miskin dan tak perdaya, kemungkinan Anda untuk membenci kehidupan semakin besar"

Sekali Buruk, Anda Di Cap Buruk Selamanya.

Dalam buku ini tokoh Jean Valjean memperoleh pengasingan--bahkan tindakan jahat-- dari orang-orang 'baik'--akibat riwayatnya yang pernah menjadi narapidana selama 19 tahun. Ia mendapat kartu identitas berwarna kuning (Menandakan bahwa ia merupakan narapidana), yang membuat semua orang menolak memberi penginapan, bahkan makanan ketika Jean Valjean bebas dari penjara. 

Cerita ini menggambarkan apa yang terjadi di kehidupan kita sekarang, orang-orang yang telah menerima hukuman kerap dicap buruk dan menerima pengasingan dari masyarakat sekitar. perpindahan peran antagonis dan protagonis yang terjadi tanpa disadari, kadang merubah pelaku menjadi korban, dan pelaku sebenarnya bertingkah sebagai korban. 

Dikeraskan dengan hidup, Dilembutkan oleh Cinta.

Salah satu bagian favorite dari novel ini adalah bagian di mana Jean Valjean bertemu seorang uskup yang masih bersikap baik dan tetap menolong Jean Valjean sekalipun Jean Valjean telah mencuri barang dirumah uskup tersebut. Bagian ini menunjukkan bagaimana kerasnya hati manusia dapat kembali luluh dengan terus disentuh oleh kebaikan, rasa bencinya terhadap semua orang perlahan runtuh ketika ia melihat bahwa masih banyak orang baik--yang tetap memilih bersikap baik sekalipun ia telah melakukan hal jahat kepadanya. 

Pertemuan Jean Valjean dan Cosette--anak dari Fantine--membentuk ikatan cinta kasih layaknya seorang ayah dan anak dari dua orang yang sama-sama merasakan kerasnya hidup. Cosette yang harus bekerja di umurnya yang masih enam tahun, dan Jean Valjean yang untuk kedua kalinya keluar dari kapal kerja paksa merasa memiliki dan ingin melindungi satu sama lain. Terbentuknya ikatan dari dua insan ini cukup menyentuh, terlebih ketika keduanya memilih untuk menjalani hidup di jalan yang benar setelah ketidakadilan yang meresa rasakan. 


Penggambaran Karakter Tokoh yang Menarik

Novel ini menggambarkan karakter yang cukup menarik dalam ceritanya, menggunakan sudut pandang orang ketiga, Victor Hugo membuat karakter yang kuat dan terasa nyata disaat yang bersamaan, karakter Javret--seorang inspektur polisi--fanatik hukum yang menjunjung 'keadilan' di atas moral dan kemanusiaan. Karakter yang status sosialnya tidak mungkin tercela, namun terasa sangat memuakkan. 

Fantine, seorang wanita polos yang harus menderita karena kemiskinan--yang diperburuk karena pengucilan masyarakat akibat ia membesarkan anaknya tanpa seorang ayah. Dan tentunya Jean Valjean, seorang narapidana yang bertobat dan memilih jalan kebaikan--sekalipun dengan terus dilanda banyak rintangan. 

Les Miserable Lebih Dari Sekedar Novel Fiktif

There is always more misery among the lower classes, than there is humanity in the higher - Victor Hugo
Bagi saya novel ini bukan sekedar cerita fiktif belaka, Novel ini seolah-olah tengah menunjukkan bobroknya realita kehidupan dan norma sosial yang terjadi hingga saat ini. Sekalipun novel ini memiliki tebal hampir 600 halaman, namun dengan pesan moral dan penyajian konflik yang berhasil memainkan emosi pembaca, sangat wajar bila Les Miserable menjadi salah satu novel best seller dari Victor Hugo!



You get the best version of me when i feel save around you. My femininity flourishes in healthy environments. I protect that version of me because i've spent so much time healing and preserving that version of me - Jojo, The minds Journal

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »